Ejaan Yang Disempurnakan
1. Fungsi Huruf kapital atau Huruf
Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur
pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus beker keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan
langsung.
Misalnya:
Adik
bertanya, “Kapan kita pulang?”
Bapak
menasihatkan, “Berhati-hatilah, Nak!”
“Kemarin engkau
terlambat,” katanya.
“Besok pagi,” kata ibu,
“dia akan berangkat”.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam
ungkapan yang berhubungan
dengan
nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen.
Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya
Bimbinglah
hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar
kehormatan, keturunan, dan
keagamaan
yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim.
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertetu, nama
instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Dia baru
saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini
dia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
jabatan dan pangkat yang
diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru, Profesor Supomo, Laksamana
Muda Udara Husein Sastranegara, Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian,
Gubernur Irian Jaya.
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang
tidakdiikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru
dilantik itu?
Kemarin
Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur
nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah, Dewi Sartika, Wage Rudolf Supratman, Halim Perdanakusumah.
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel, 10 volt, 5 ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa,
suku bangsa, dan
bahasa.
Misalnya:
Bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
Mengindonesiakan kata
asing
Keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun,
bulan, hari, hari raya,, dan
peristiwa
sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, bulan Maulid, hari Jumat, hari
Galungan, hari Lebaran, hari Natal, Perang Candu, Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipkai
sebagai
nama.
Misalnya:
Soekarno
dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan
senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama
geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Cirebon, Danau Toba, Dataran Tinggi
Dieng, Gunung Semeru, Jalan Diponegoro, Jazirah Arab, Kali Brantas, Lembah
Baliem, Ngarai Sianok, Pegunungan Jayawijaya, Selat Lombok, Tanjung Harapan,
Teluk Benggala, Terusan Suez.
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur
nama diri.
Misalnya:
berlayar
ke teluk, mandi di kali, menyeberabangi selat, pergi ke arah tenggara
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan
sebagai
nama
jenis.
Misalnya:
garam inggris, gula jawa, kacang bogor, pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur
nama negara, lembaga
pemerintah
dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi, kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Rakyat; Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan; Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak; Keputusan Presiden
Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama negara,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi
sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja sama antara pemerintah
dan rakyat, menurut undang-undang yang berlaku.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur
bentuk ulang sempurna
yang terdapat
pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang Dasar
Repulik
Indonesia, Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk
semua unsure
kata ulang
sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata
seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya
telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke
Roma.
Bacalah
majalah Bahasa dan Sastra.
Dia
adalah agen surat kabar Sinar
Pembangunan.
Ia
menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur
singkatan nama gelar, pangkat,
dan sapaan.
Misalnya:
Dr.
doctor
M.A.
master of arts
S.E.
sarjana ekonomi
S.H.
sarjana hukum
S.S.
sarjana sastra
Prof.
professor
Tn. Tuan
Ny.
Nyonya
Sdr.
saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk
hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak Berangkat?”
tanya Harto.
Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
Surat Saudara sudah saya terima.
“Silakan
duduk, Dik!” kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka
pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu
mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf
capital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kkerabatan yang
tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita
semua harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah
berkeluarga.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda
telah kami terima.
2. Penulisan Kata
III. PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
Kata yang berupa
kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa
engkau tahu.
Kantor pajak penuh
sesak.
Buku itu sangat
tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai
dengan kata dasarnya.
Misalnya: bergetar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau
akhiran ditulis serangkai dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya: bertepuk
tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat
awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulus serangkai.
Misalnya: menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan, penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai.
Misalnya: adipati, aerodinamika,
antarkota, anumerta, audiogram, awahama, bikarbonat,
biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter, demoralisasi, dwiwarna,
ekawarna, ekstrakurikuler, elektroteknik, infrastruktur, inkonvensional,
introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa, mancanegara, multilateral,
narapidana, nonkolaborasi, Pancasila, panteisme, paripurna, poligami,
pramuniaga, prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida, semiprofessional,
subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi, tritunggal, ultramodern
catatan:
1) Jika bentuk
terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua unsur
itu harus dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia, pan-Afrikanisme
2) Jika kata maha
sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan
Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita
beersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Pengasih.
C. Kata Ulang
Bentuk ulang
ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak,
buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupukupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia,
gerak-gerik hura-hura, lauk-pauk, mondar- mandir,
ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang- langgang, berjalan-jalan, dibesar-besarkan,
menulis-nulis, terus-menerus, tukar- menukar,
hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk
istilah khusus, unsurunsurnya ditulis
terpisah.
Misalnya:
duta besar,
kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis,
model linier,
orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin
menimbulkan kesalahan
pengertian dapat
ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya: Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
Adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah,
beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti,
darmawisata, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, karatabaasa, kilometer, manakala,
manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga,
padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati, sebagaimana,
sediakala, segitiga, sekalipun, silaturrahmin, sukacita,
sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam
E. Kata Ganti -ku-,
kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku dan
kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki
boleh kaumabil.
Bukuku, bukumu, dan
bukunya tersimpan di perpustakaan.
F. Kata Depan di,
ke, dan dari
Kata depan di, ke,
dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim
dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan
daripada. Misalnya: Kain itu terletak di
dalam lemari.
Bermalam
sajalah di sini.
Di
mana Siti sekarang?
Mereka
ada di rumah.
Ke mana saja
ia selama ini?
Saya
pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia
datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang
dicetak miring di bawah ini dtulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Kami percaya
sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan
saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu
dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar
itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa
hadir dalam kenduri itu.
G. Kata Si
dan Sang
Kata si dan sang
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah
sekali kepada sang Kancil.
Surat itu
dikirimkan kembali kepada si pengirim.
H. Partikel
1. Partikel -lah,
-kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu
baik-baik.
Apakah yang
tersirat dalam dalam surat itu?
Jakarta adalah ibukota
Republik Indonesia.
Siapakah gerangan
dia?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang
dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak
pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan
dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah
pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok
yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun,
bagaimanapun,
biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun,
sungguhpun,
walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun
sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun
juga akan dicobanya menyelesaikan tugas
itu.
Baik
mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun
belum memuaskan, hasil pekerjaannya
dapat dijadikan pegangan.
Walaupun
miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’
ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang
mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai
negeri mendapat kenaikan gaji per
1 April.
Mereka
masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga
kain itu Rp 2.000,00 per helai.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas
satu huruf atau lebih.
a.
Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan
tanda titik.
Misalnya:
A.S
Kramawijaya
Muh.
Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A
master of business administration
M.Sc.
master of science
S.E.
sarjana ekonomi
S.Kar.
sarjana karawitan
S.K.M
sarjana kesehatan masyarakat
Bpk.
Bapak
Sdr.
saudara
Kol.
colonel
b.
Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumentasi resmi
yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti
dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara
SMTP sekolah menengah tingkat pertama
PT perseroan terbatas
KTP kartu tanda penduduk
c.
Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda
titik.
Misalnya:
dll. dan
lain-lain
dsb. dan
sebagainya
dst. dan
seterusnya
hlm.
halaman
sda. sama
dengan atas
Yth.
(Sdr. Moh. Hasan) Yang terhormat (Sdr. Moh. Hasan)
Tetapi:
a.n. atas
nama
d.a.
dengan alamat
u.b.
untuk beliau
u.p.
untuk perhatian
d.
Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu cuprum
TNT trinitrotulen
cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
kg kilogram
Rp (5.000,00) (lima ribu) rupiah
2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran,
timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari
deret kata ditulis selurhnya dengan huruf capital.
Misalnya:
ABRI
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN
Lembaga Administrasi Negara
PASI
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
IKIP
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM surat
izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf
kaptal.
Misalnya:
Akabri
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Iwapi
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani
Kongres Wanita Indonesia
Sespa
Sekolah Staf Pimpinan Administrasi
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf,
suku kata, ataupun
gabungan
huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu
pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
rapim
rapat pimpinan
rudal
peluru kendali
tilang
bukti pelanggaran
catatan:
jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya
diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah
suku kata yang
lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan
mengindahkan
keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan
pola kata Indonesia
yang lazim.
J. Angka dan Lambang
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau
nomor. Di dalam tulisan
lazim digunakan
angka Arab atau angka Romawi.
Angka
Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka
Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M
(1000), V
(5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya
diatur leih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng,
berat, luas, dan isi, (ii)
satuan waktu,
(iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
0,5
sentimeter 1 jam 20 menit
5
kilogram pukul 15.00
4 meter
persegi tahun 1928
10 liter
17 Agustus 1945
Rp5.000,00
50 dolar Amerika
US$3.50*
10 paun Inggris
$5.10*
100 yen
Y100 10
persen
2.000
rupiah 27 orang
* Tanda
titik di sini merupakan tanda decimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah,
apartemen, atau kamar pada alamat.
Misalnya:
Jalan
Tanah Abang I No. 15
Hotel
Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan
ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5,
halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai
berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
Dua belas 12
Dua puluh dua
22
Dua ratus dua
puluh dua 222
b. Bilangan
pecahan
Misalnya:
Setengah
½
Tiga
perempat ¾
Seperenam
belas 1/16
Tiga dua
pertiga 3 2/3
Seperseratus
1/100
Satu
persen 1 %
Satu
permil 1‰
Satu dua
persepuluh 1,2
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan
cara berikut.
Misalnya:
Paku
Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad ke-20
ini; lihan Bab
II; Pasal 5; dalam bab ke-2
buku itu; di daerah tingkat II itu; di
tingkat kedua
gedung
itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II
itu.
7.
Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang
berikut.
(Lihat
juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
tahun
’50-an atau tahun lima puluhan
uang
5000-an atau uang lima ribuan
lima uang
1.000-an atau lima uang seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata ditulis dengan
huruf, kecuali
jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam
perincian dan pemaparan.
Misalnya:
Amir
menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah
memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara
72 anggota yang hadir, 52
orang setuju, 15 orang
tidak setuju, dan 5
orang
memberikan suara blangko.
Kendaraan
yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100
helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
Jika perlu, susunan kalimat diubah
sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima
belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo
mengundang 250 orang tamu
Bukan:
15
orang tews dalam kecelakaan itu.
Dua
ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat
dieja
Misalnya:
Perusahaan
itu baru saja mendapat pinjaman 250
juta rupiah.
Penduduk
Indonesia brjumlah lebi dari 200
juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus
dalam teks, kecuali di
dalam dokumen
resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor
kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari
itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor
kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pgawai.
Di lemari
itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya
lamirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75
(Sembilan ratus Sembilan
puluh
Sembilan dan tujh puluh lima perseratus rupiah).
Bukan:
Saya
lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75
(Sembilan ratus Sembilan puluh
Sembilan dan tujuh puluh lima
perseratus) rupiah
3. Peristilahan
4. Penggunaan tanda baca
A. Tanda Titik (.)
1.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku
tinggal di Solo.
Biarlah
mereka duduk di sana.
Dia
menanyakan siapa yang akan datang.
Hari
ini tanggal 6 April 1973.
Marilah
kita mengheningkan cipta.
Sudilah
kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.
2.
Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
atau daftar.
Misalnya:
a.
III. Departemen Dalam Negeri
A.
Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B.
Direktorat Jenderal Agraria
1.
…
b.
1. Patokan Umum
1.1
Isi Karangan
1.2
Ilustrasi
1.2.1
Gambar Tangan
1.2.2
Tabel
1.2.3
Grafik
3.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan
waktu.
Misalnya:
Pukul
1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan
jangka
waktu.
Misalnya:
1.35.20
jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30
jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30
jam (30 detik)
5.
Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan
yang tidak
berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Siregar,
Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6a.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa
itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa
yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6b.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang
tidak
menunjukkan
jumlah.
Misalnya:
Ia
lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat
halaman 2345 seterusnya.
Nomor
gironya 5645678.
7.
Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau
kepala
ilustrasi,
tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara
kunjungan Adam Malik
Bentuk
dan Kedaulatan (Bab 1 UUD ’45)
Salah
Asuhan
8.
Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal suat
atau (2) nama
dan
alamat surat.
Misalnya:
Jalan
Diponegoro 82 (tanpa titik)
Jakarta
(tanpa titik)
1
April 1985 (tanpa titik)
Yth.
Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan
Arif 43 (tanpa titik)
Palembang
(tanpa titik)
Atau:
Kantor
Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan
Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta
(tanpa titik)
B. Tanda Koma (,)
1.
Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya
membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat
biasa, surat kilat, maupun surat khusus memerlukan prangko.
Satu,
dua, … tiga!
2.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara
berikutnya
yang didahului oleh kata seperti tetapi,
atau melainkan.
Misalnya:
Saya
ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi
bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3a.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat
itu mendahului indukn kalimatnya.
Misalnya:
Kalau
hari hujan, saya tida datang.
Karena
sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
jika anak
kalimat
itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya
tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia
lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia
tahu bahwa soal itu penting.
3.
Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat
pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh
karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
….
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
….
Jadi, soalnya tidak semudah itu.
4.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
lain
yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan
main!
Hati-hati,
ya, nanti jatuh.
5.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat.
(Lihat
juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata
ibu “Saya gembira sekali.”
“Saya
gembira sekali,” kata ibu, “karena kamu lulus.”
6.
Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat
dan
tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat
ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia,
Jalan raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr.
Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor.
Kuala
Lumpur, Malaysia.
7.
Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar
pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana,
Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia. Jilid 1 dan
2.
Djakarta: Pustaka Rakjat.
8.
Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S.
Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk
Karang-mengarang (Jogjakarta:
UP
Indonesia, 1967), hlm. 4.
9.
Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya
utnuk
membedakannya
dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B.
Ratulangi, S.E.
Ny.
Khadijah, M.A.
10.
Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan
dengan angka.
Misalnya:
12,5
m
Rp12,50
11.
Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
(Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru
saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di
daerah kami, misalnya, masih banyak orang aki-laki yang makan sirih.
Semua
siswa, baik yang laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.
Bandingkan
dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua
siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
12.Tanda koma
dapat dipakai―untuk menghindari salah baca―di
belakang
keterangan
yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam
upaya pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang
sungguh-sungguh.
Atas
bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan
dengan:
Kita
memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam upaya pembinaan dan
pengembanagan
bahasa.
Karyadi
mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
13.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
yang
mengiringinya
dalam kalimat jika petikan langung itu berakhir dengan tanda tanya atau
seru.
Misalnya:
“Di
mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri
lurus-lurus!” perintahnya.
C. Tanda Titik Koma (;)
1.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis
dan
setara.
Misalnya:
Malam
akan larut; pekerjaan belum selesai juga
2.
Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan
kalimat
yang setara dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah
mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di dapur; Adik
menghafal
nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran
“Pilihan
Pendengar”.
D. Tanda Dua Titik (:)
1a.
Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian
atau
pemerian.
Misalnya:
Kita
sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya
ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b.
Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap
yang
mengkahiri
pernyataan.
Misalnya:
Kita
memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas
itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi
Perusahaan.
3.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a.
Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris
: S. Handayani
Bendahara
: B. Hartawan
b.
Tempat Sidang : Ruang 104
Pengantar
Acara : Bambang S.
Hari
: Senin
Waktu
: 09.30
4.
Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan
pelaku
dalam
percakapan.
Misalnya:
Ibu
: (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir
: “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu
: “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)
5.
Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di
antara bab dan
ayat
dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan , serta
(iv) di
antara
nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo,
I (34), 1971: 7
Surah
Yasin: 9
Karangan
Ali Hakim, Pedidikan Seumur Hidup: sebuah
Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro,
Sutomo, Tjukuplah Saudara Membina Bahasa
Persatuan Kita?
Djakarta:
Eresco, 1968.
E. Tanda Hubung (-)
1.
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian
baris.
Misalnya:
Di
samping cara-cara lama itu juga
cara
yang baru
suku
kata yang berupa satu vocal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal
baris.
Misalnya:
Beberapa
pendapat mengenai masalah itu
telah
disampaikan ….
Walaupun
sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak
….
Atau
Beberapa
pendapat mengenai masalah
Itu telah disampaikan
….
Walaupun
sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak ….
Bukan:
Beberapa
pendapat mengenai masalah itu
telah
disamapaikan ….
Walaupun
sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak
….
2.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran
dengan
bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini
ada acara baru untuk mengukur
panas.
Kukuran
baru ini memudahkan kita mengukur
kelapa.
Senjata
merupakan alat pertahanan
yang
canggih.
Akhiran
i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada
pangkal baris.
3.
Tanda hubung meyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak,
berulang-ulang, kemerah-merahan
Angka
2 sebagai tanda ulang hanya digunakan
pada tulisan cepat dan notula, dan tidak
dipakai
pada teks karangan.
4.
Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5.
Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata
atau
ungkapan,
dan (ii) penghilangan baian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi,
dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung jawab-dan
kesetiakawanan-sosial
Bandingkan
dengan:
Be-revolusi,
dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25.000), tanggung jawab dan
kesetiakawanan
sosial
6.
Tanda hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai
dengan
huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan
berhuruf
kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia,
se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H,
sinar-X;
Menteri Sekretaris Negara.
7.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia dengan unsure
bahasa
asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an
F.
Tanda Pisah (―)
1.
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di
luar
bangun
kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan
bangsa itu―saya yakin akan tercapai―diperjuangkan
oleh
bangsa itu sendiri.
2.
Tanda pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau keterangan yang lain
sehingga
kalimat
menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan
ini―evolusi, teori kenisbian,
dan kini juga
pembelahan atom―telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3.
Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai
dengan’ atau
‘sampai
ke’.
Misalnya:
1910―1945
Tanggal 5―10 April 1970
Jakarta―Bandung
Catatan:
Dalam
pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi
sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Elipsis (…)
1.
Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau
begitu … ya, marilah kita bergerak.
2.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab
kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika
bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah
titik; tiga buah titik untuk menandai penghilangan teks dan atu untuk
menandai
akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam
tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati….
H. Tanda Tanya (?)
1.
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan
ia berangkat?
Saudara
tahu, bukan?
2.
Tanda taya dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan
atau yang kurang dapat membuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia
dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya
sebanyak 10 jta rupiah (?) hilang.
I. Tanda Seru (!)
Tanda
seru dipakai sesuda ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang
menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah
seramnya peristiwa itu!
Bersihkan
kamar itu sekarang juga!
Masakan!
Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya.
Merdeka!
J. Tanda Kurung ((…))
1.
Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian
Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor
itu.
2.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok
pembicaraan.
Misalnya:
Sajak
Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama yang terkenal di Bali) ditulis pada
tahun
1962.
Keterangan
itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam
pasaran
dalam negeri.
3.
Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Kata
cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain (a).
Pejalan
kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4.
Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Factor
produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda Kurung Siku ([…])
1.
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan
pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan
bahwa
kesalahan atau ekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
Misalnya:
Sang
Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2.
Tanda kurung siku menapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya:
Persamaan
kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman
35-38] perlu dibentangkan.
L. Tanda Petik (“…”)
1.
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan daan nskah
atau
bahan
tertulis lain.
Misalnya:
“Saya
belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal
36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”
2.
Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat.
Misalnya:
Bacalah
“Bola Lampu” dalam buku Dari
Suatu Masa dari Suatu Tempat.
Karangan
Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA”
dimuat dalam majalah Tempo.
Sajak
“Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.
3.
Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti
khusus.
Misalnya:
Pekerjaan
itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.
Ia
bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
4.
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengahkiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata
Tono, “Saya juga minta satu.”
5.
Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda
petik
yang
mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat
atau
bagian kalimat.
Misalnya:
Karena
warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.
Bang
Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda
petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu
ditulis
sama tinggi di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
1.
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya
Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu
kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan
rasa
letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2.
Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan
asing.
(Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
feed-back ‘balikan’
N. Tanda Garis Miring (/)
1.
Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomormpada alamat dan
penandaan
masa
satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No.
7/PK/1973
Jalan
Kramat III/10
tahun
anggaran 1985/1986
2.
Tanda gris miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan
lewat ‘dikirim lewt darat atau
darat/laut
lewat laut’
harganya
Rp25,00/lembar ‘harganya Rp25,00 tiap lembar’
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof
Tanda
penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali
‘kan kusurati. (‘kan = akan)
Malam
‘lah tiba. (‘lah = telah)
1
Januari ’88. (’88 = 1988)
0 comments:
Post a Comment